10 Februari 2009

Profesi Pendidikan Klh. 1

PROFESI KEPENDIDIKAN
Landasan : UU No 20 Tahun 2003 , PP 19 Tahun 2005, UU 14 Tahun 2005

Profesi adalah pekerjaan yang bersifat profesional dpergunakan teknik serta prosedur yang bertumpu pada landasan intelektual, serta sengaja harus dipelajari dan kemudian secara langsung dapat diabdikan bagi kemaslahatan orang lain.

Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian , kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standard mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.

Tenaga Kependidikan adalah Anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan (bab 1 pasal 1 : 5 UU No. 20 / 2003)

Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi guru, dosen, konselor, pamong belajar, widya iswara, tutor, instruktur, fasilitator dan sebutan lain.

Syarat Profesi
1. Punya landasan Ilmu Pengetahuan
2. Menekankan pada suatu keahlian dalam bidang tertentu dan sesuai bidang profesi
3. Pendidikan tinnggi
4. Peka terhadap kondisi di masyarakat
Altuisme adalah Punya kepedulian akan kebutuhan orang lain.
5. Pengembangan dengan dinamika kehidupan

8 Standard pendidikan ( PP 19 Tahun 2005 )

1. Standard Kompetensi Lulusan ( Permen 23 / 2006
2. Standard isi ( Permen 22 / 2006
3. Standard Pendidik dan Tenaga Kependidikan (
4. Standard Proses
5. Standard Sarana dan Prasarana ( Permen No. 40 / 2007)
6. Standard Pembiayaan
7. Standard Pengelolaan
8. Standard Evaluasi

09 Februari 2009

Telaah Kurikulum Klh.1

Pengertian Kurikulum

Kurikulum secara sederhana dapat diartikan Serangkaian acuan yang berisikan rencana, strategi, metode , Tujuan , isi dan bahan belajar yang dijadikan pedoman dalam penyelenggaran pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan.
Fungsi kurikulum adalah memberikan pedoman pada pelaksana pendidikan untuk merencanakan dan mengevaluasi kegiatan pendidikan sesuai dengan yang telah direncanakan dengan memperoleh hasil yang optimal.

Jenis - Jenis Kurikulum
1. Kurikulum Formal
merupakan semua kegiatan yang direncanakan secara formal di sekolah.
Unsur yang terkandung dalam kurikulum
a. Tujuan Pembelajaran
b. Bahan Pembelajaran
c. Strategi Pembelajaran
d. Evaluasi
Unsur unsur tersebut harus didasarkan pada prinsip pengembangan kurikulum dan acuan penyusunan kurikulum

2. Kurikulum Informal
terdiri atas kegiatan-kegiatan yang direncanakan akan tetapi tidak berkaitan langsung dengan pelajaran akademis dan kelas tertentu (dipandang sebagai pelengkap kurikulum.
contoh : pertunjukan teater (sandiwara) , pertandingan antar kelas / sekolah, perkumpulan berbagai hobi. dll.

3. Kurikulum Tersembunyi (Hidden Kurikulum)
Yaitu berupa aturan - aturan yang tidak tertulis di kalangan siswa. misalnya aktif dalam pembelajaran, harus kompak terhadap guru, adat kebiasaan (culture) yang turut mempengaruhi suasana pembelajaran di sekolah.

Azas Pengembangan Kurikulum

1. Falsafah bangsa, masyarakat, sekolah dan guru-guru
2. Harapan dan kebutuhan masyarakat (Orang Tua, kebudayaan masyarakat, pemerintaha,
agama, ekonomi, Dsb )
3. Hakikat Anak antara lain taraf perkembangan phisik / mental/psikologis / sosial serta cara
belajar anak
4. Hakikat Pengetahuan/disiplin ilmu (Bahan pembelajaran)

Prinsip Pengembangan Kurikulum

1. Berpusat pada potensi , kebutuhan dan perkembangan peserta didik
2. Beragam dan terpadu
3. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, informasi dan seni
4. Relevan dengan kebutuhan kehidupan
5. Menyeluruh dan berkesinambungan
6. Belajar sepanjang hayat
7. Seimbang dengan kepentingan nasional dan daerah


01 Februari 2009

Definisi Kompetensi Sosial

DEFINISI KOMPETENSI SOSIAL

Menurut Adam ( dalam Martani & Adiyanti, 1991) kompetensi sosial mempunyai hubungan yang erat dengan penyesuaian sosial dan kualitas interaksi antar pribadi. Membangun kompetensi sosial pada kelompok bermain dapat dimulai dengan membangun interaksi di antara anak-anak, interaksi yang dibangun dimulai dengan bermain hal-hal yang sederhana, misalnya bermain peran, mentaati tata tertib dalam kelompoknya, sehingga kompetensi sosialnya akan terbangun. Kompetensi sosial merupakan salah satu jenis kompetensi yang harus dimiliki oleh anak-anak dan pemilikan kompetensi ini merupakan suatu hal yang penting. Menurut Leahly (1985) kompentensi merupakan suatu bentuk atau dimensi evaluasi diri (self evaluation), dengan kompetensi yang dimilikinya.
Ross-Krasnor (Denham dkk, 2003) mendefinisikan kompetensi sosial sebagai keefektifan dalam berinteraksi, hasil dari perilaku-perilaku teratur yang memenuhi kebutuhan-kebutuhan pada masa perkembangan dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Bagi anak pra sekolah, perilaku yang menunjukkan kompetensi sosial berkisar pada tugas-tugas utama perkembangan yaitu menjalin ikatan positif dan self regulations selama berinteraksi dengan teman sebaya. Dalam pandangan teoritis kompetensi sosial, terdapat dua fokus pengukuran yaitu pada diri atau orang lain, dalam hal ini adalah mengukur kesuksesan anak dalam memenuhi tujuan pribadi atau hubungan interpersonal anak.
Beberapa pakar di bidang psikologi dan pendidikan berasumsi bahwa kompetensi sosial merupakan dasar bagi kualitas hubungan antar teman sebaya yang akan terbentuk (Adam, 1983). Keberhasilan untuk masuk dan menjadi bagian dari kelompok teman sebaya atau kompetensi dengan teman bukanlah hal yang mudah. Hal ini tidak diukur dengan menghitung banyaknya jumlah hubungan yang dilakukan seorang anak dengan anak-anak lainnya, apabila hubungan seorang anak sebagian besar dalam bentuk agresi atau asimetris terus-menerus (bersama anak yang selalu menjadi pengikut), hal ini tidak menunjukkan kompetensi sosial walaupun dia sering berinteraksi. Sebaliknya, terkadang bermain sendiri tidak berarti kurang berkompetensi sosial. Bermain sendiri berbeda dengan “sendirian” (hanya berada di dekat kelompok tetapi tidak bergabung) (Coplat dkk, dalam Sroufe dkk, 1996).
Kompetensi sosial adalah kemampuan anak untuk mengajak maupun merespon teman- temannya dengan perasaan positif, tertarik untuk berteman dengan teman-temannya serta diperhatikan dengan baik oleh mereka, dapat memimpin dan juga mengikuti, mempertahankan sikap memberi dan menerima dalam berinteraksi dengan temannya ( Vaughn dan Waters dalam Sroufe dkk, 1996 ), dikarenakan anak-anak prasekolah lebih memilih teman bermain yang berperilaku proporsional ( Hart dkk. dalam Papalia dkk, 2002 ).
Singkatnya individu yang berkompeten mampu menggunakan ketrampilan dan pengetahuan untuk melakukan relasi positif dengan orang lain (Asher dkk dalam Pertiwi, 1999). Ford (Latifah, 2000) memberi definisi lain namun tidak jauh berbeda mengenai kompetensi sosial yaitu tindakan yang sesuai dengan tujuan dalam konteks sosial tertentu, dengan menggunakan cara-cara yang tepat dan memberikan efek yang positif bagi perkembangan. Selanjutnya dapat dikatakan bahwa orang yang memiliki kompetensi sosial yang tinggi mampu mengekspresikan perhatian sosial lebih banyak, lebih simpatik, lebih suka menolong dan lebih dapat mencintai.
rujukan buku :
Martani, W., & Adiyanti, M., G., 1990. Kompetensi Sosial Dan Kepercayaan Diri Remaja. Laporan Penelitian (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada.
Denham, S., A., & Queenan, P., 2003. Preschool Emotional Competence: Pathway To Social Competence. Journal Of Child Development. Vol. 74, No 1, 238-256.
Latifah, L., 2000. Kompetensi Sosial, Status Sosial, Dan Viktimisasi Disekolah Dasar. Skripsi (Tidak Diterbitkan), Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada.
Adam, G., R., 1983. Social Competence During Adolescence: Social Sensitivity, Locus Of Control, And Peer Popularity. Journal Of Yoauth And Adolescence. Vol. 12, No 03, 203-211.
Papalia, D., E., Olds, S., W., & Feldman, R., D., 2002. A Chlid’s World, Infancy Through Adolescence. Ninth Edition. New York, USA: Mcgraw- Hill Companies, Inc.